Tidak semua yang aku tulis adalah yang aku rasakan

Selasa, 05 Juni 2018

Refleksi Perkuliahan Etnomatematika


Refleksi Perkuliahan Etnomatematika
Oleh:
Malidha Amelia/15301241016/S-1
Pendidikan Matematika
Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta

Pembelajaran kali ini tanggal 14 Mei 2018 didampingi oleh Prof Marsigit, dan juga beberapa mahasiswa S2 dan S3 yang sedang melakukan penelitian tentang etnomatematika seperti pemelajaran sebelumnya, hanya saja terdapat beberapa mahasiswa S3 yang baru masuk kelas. Pembelajaran kali ini memberikan contoh tentang simulasi pengelolaan kelas oleh Prof Marsigit yang belum ada di Indonesia sebagai bentuk inovasi pembelajaran. Bagaimana peran guru untuk memfasilitasi kemampuan siswa dengan teknologi, salah satunya adalah teknologi pngelolaan kelas, yang selanjutnya di support dengan teknologi RPP dan LKS. Contoh pengelolaan kelas yaitu dengan cara membuat berbagai macam kelompok, ada kelompok besar yang didampingi oleh Prof Marsigit, kelompok sedang dan kelompok kecil yang didampingi oleh supervisor mahasiswa S3 yang lain.
Pada pertemuan sebelumnya, mahasiswa PMA diminta untuk membuat 5 pertanyaan yang ingin ditanyakan. Sehingga setelah kelas dibagi menjadi berkelompok-kelompok, mereka diminta untuk menyebutkan pertanyaan yang ingin ditanyakan, dan kemudian dilanjutkan berdiskusi mengenai jawaban dari berbagai pertanyaan yang diajukan. Beberapa pertanyaan yang diajukan adalah sebagai berikut:
Bagaimana sintaks yang digunakan untuk pembelajaran etnomatematika?
Prof Marsigit menjelasakan bahwa prosedur pelaksanaan pembelajaran berbasis etnomatematika yang digunakan harus sesuai dengan sintak yang dituliskan dalam RPP. Kemudian metode yang digunakan pun bermacam-macam, bisa sintifik, gabungan berbagai metode dll.
Apa perbedaan RPP berbasis Etno dengan yang tidak
Bahwa perbedaannya terdapat pada sintaksnya dan juga ada atau tidaknya contoh-contoh konkret.

Bagaimana cara guru untuk memahami karakter siswa yang bermacam-macam?
Dengan cara pengelolaan kelas, dimana salah satu kelas terdapat 3 macam kelompok. Dalam penerapannya nanti masing-masing kelompok diberikan LKS dan bahasan yang berbeda-beda. Sehingga dalam satu jam pelajaran dapat diperoleh berbagai macam konsep yang berbeda juga.
Bagaimana mengajarkan kreatifitas siswa?
Menurut Prof Marsigit menegaskan bahwa kreatifitas itu bukan diajarkan, namun dikembangkan dengan bantuan guru dan lingkungannya. Supaya siswa bisa kreatif, maka antara lain siswa harus mandiri, merdeka (tidak dalam keadaan tekanan), harus dalam kondisi yang senang dan memiliki motivasi. Merdeka lain dengan bebas, jika merdeka itu bertanggung jawab dan ada tata caranya,bukan berarti bebas. Siswa diberi kesempatan dan siswa diberikan kesempatan membangun pengalaman dan proses kegiatan menemukan konsep.
Apakah semua pembelajaran matematika dapat dikaitkan dengan etnomatematika?
Prof Marsigit menjelaskan bahwa semua ilmu pada hakikatnya ada 2, yaitu dari pikiran dan dari pengalaman. Jika diatambah ada 3 yaitu yang pertama dan utama yaitu dari spiritual. Oleh karena itu, semua ilmu itu pasti memiliki latar belakang pengalaman atau konteks. Dan salah satu konteks yang khusus adalah budaya. Sehingga banyak matapelajaran yang dapat digali dengan budayanya. Misalnya etnomatematika, etnolinguistik dll.
Bagaimana mengajarkan etno dalam matematika?
Prof Marsigut menjelaskan bahwa matematika itu semakin tinggi semakin vertikan dan semakin abstrak sehingga semakin kebawah semakin konkret. Di perguruan tinggi untuk mempelajari matematika, tidak ada kaitanya dengan etno. Begitupula untuk SMA yang sudah mulai ditinggalkan karena merupakan peralihan dari matematika kontret dengan  matematika fomal. Sehingga etnomatematika harus berkaitan dengan pemahaman benda konkret dan digunakan untuk siswa SD-SMP.
Bagaimana membangkitkan semangat siswa?
Prof menjelaskan bahwa untuk membangkitkan ssemangat, rasa senang, terhindar dari rasa takut semua itu harus diawali dengan kemampuan interaksi, komunikasi, tegur sapa, membuat pertanyaan dsb untuk menjawab motivasi dan semangat. Sehingga komunikasi merupakan hal yang penting dan yang dijabarkan dalam RPP dan LKS yang lebih luas lagi adalah komunikasi pedagogik.
Setelah itu, Prof juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh teman sekelompoknya. Untuk beberapa pertanyaan yang lain dapat diperoleh jawabannya dengan melakukan penelitian yang terkait dengan pertanyaan tersebut. Kesimpulannya adalah tidak ada pembelajaran yang terbaik, yang ada adalah kita berusaha dan berdasarkan teorinya. Sehingga bukan terkait menarik atau tidaknya jika itu menyangkut prosedur atau sintaksnya. Jadi sintaksnya atau prosedurnya bermakna atau tidak, bekerja atau tidak dan baik atau buruknya hanya sebagai akibat.
 Kemudian sebelum pembelajaran berakhir, Prof Marsigit mengembalikan kondisi siswa seperti semula (klasikal) dan memberikan kesempatan kepada mahasiswa S3 untuk menyampaikan hasil diskusi berdasarkan kelompok masing-masing yang diperoleh sebagai berikut:
Bagaimana mengaitkan antara budaya dengan matematika?
Oleh Muhammad Fauzi mahasiswa S2 yaitu bahwasanya salah satu hal yang menjembatani keduanya adalah etnomatematika. Contoh yang bisa dimanfaatkan didalamnya adalah bentuk-bentuk artefak, ada 2 macam artefak yaitu artefak yang dapat bergerak dan artefak yang tidak bergerak. Salah satunya artefak yang dapat bergerak adalah artefak yang dapat kita pindahkan. Kemudian kaitannya dengan etnomatematika merupakan matematika realistik itu sendiri.
Mana yang lebih besar matematika realistik atau etnomatematika?
Oleh Muhammad Fauzi mahasiswa S2 yaitu bahwa etnomatematika itu berada pada matematika realistik. Kemudian salah satu yang dapat dikaji dalam etnomatematika adalah etnomatematika yang ada di candi borobudur. Misalnya bentuk dari susunan batu, tangga, ujung dari candi, dll. Kemudian dikaitkan dengan adanya ketoprak kemarin di UNY, dengan judul Rembulan Kekalang, matematika yang dapat dipelajari disana misalnya bentuk dari topi Prof.Marsigit apabila kita perpanjang dapat berupa kerucut. Selain itu dalam pakaiannya dengan bentuk corak yang beragam, kemudian etnomatematikanya dapat dipelajari tentang pola kesebangunan. Contoh tersebut merupakan yang menjembatani antara matematika dengan budaya.
Bagaimana tekniknya saintifik? Apakah dapat diterapkan ke semua materi?
Oleh Muhammad Fauzi mahasiswa S2 yaitu dalam memilih metode, pendekatan dan model matematika tidak semua dapat digunakan dalam mempelajari materi matematika. Namun yang perlu diperhatikan adalah bagaimana letak karakteristik dari materi yang akan diajarkan dan bagaimana karakteristik siswa apakah cocok atau tidak. Nah untuk memasukkan budaya kedalam RPP dan LKS adalah kita perlu mengkaji, budaya mana yang ingin kita kaitkan. Dimana saat ini budaya sudah mulai terkikis, sehingga perlu mengetahui apa peran budaya tersebut dalam pendidikan agar kita dapat membangun budaya sehingga siswa akan lebih termotivasi belajar matematika yang dikaitkan dengan  budaya tersebut.
Bagaimana mengaitkan belajar budaya dengan matematika?
Oleh Wawan mahasiswa S2 mengatakan bahwa banyak sekali jurnal-jurnal yang meninjau masalah tersebut. Hanya saja yang menjadi masalah adalah apakah kajian budaya tersebut dapat dikaitkan dengan pembelajaran matematika. Manfaat etno dalam matematika adalah sebagai sumber inspirasi, sumber belajar dengan tujuan yang lebih tinggi untuk mencapai pendidikan matematika formal. Diawali pada belajar kontekstual budaya dan kemudian tujuan akhirnya adalah pendidikan matematika formal. Jika dimasukkan kedalam RPP, misalnya mengamati kontekstualnya. Namun dari berbagai jurnal masih jarang yang mengjadi bagaimana mengaitkan budaya dengan matematika karena yang banyak dikaji adalah kaitan antara budaya dengan matematika.
Kebanyakan budaya yang dapat dimasukkan dalam matematika adalah geometri, apakah tidak ada materi lain yang cocok?
Oleh Wawan mahasiswa S2 mengatakan bahwa dalam menuangkan konteks budaya kedalam matematika diperlukan adanya kreatifitas guru, misalnya motif dalam kain batik, tidak hanya bentuk geometri yang dapat dikaji, namun dapat juga dikaitkan untuk mempelajari materi perbandingan senilai dll.
Jenjang manakah yang paling cocok untuk diterapkan pelajaran dengan etnomatematika?
Oleh Wawan mahasiswa S2 mengatakan bahwa jenjang diawal yang lebih membutuhkan etnomatematika, karena akan membangkitkan motivasi, membangkitkan minat dan juga membangkitkan kreatifitas. Sementara pada jenjang atas, siswa akan cenderung bisa memahami matematika formal, tidak terlalu banyak masalah dan tidak harus dikaitkan dengan kontekstualnya. Tetapi masalah anak masih diperlukan untuk sampai ke matematika formal.
Bagaimana cara mempelajari matematika yang instan dengan yang tidak? Bagaimana keunggulan dan kelemahannya? Bagaimana memasukkan nilai-nilai moral dalam pembelajaran matematika? Proses saintifik apakah 5m harus terlihat atau tidak? Terkait apresepsi?
Oleh Ibu Lukluk Mauluah mahasiswa S3 mengatakan bahwa terkait memasukkan nilai moral dalam pendidikan sudah pernah dibahas dalam penelitiannya S2 yaitu pemasukan nilai-nilai islam dalam pembelajaran matematika. Tentang intuisi, diberikan contoh tentang langkah-langkah penjumlahan yang dapat dipahami secara alami tidak dengan pemaksaan seperti yang dituliskan oleh Prof Marsigit dalam blognya.
Materi yang dapat dikaitkan dengan etnomatematika? Bagaimana cara memberikan kesempatan untuk menembangkan kreatifitas siswa?
Oleh Tubagus Pamungkas mahasiswa S3 mengatakan bahwa materi yang dapat dikaitkan dengan etnomatematika adalah bangun dan ruang geometri, perbandingan senilai, barisan dan deret dll.
Menampung dari berbagai pertanyaan Prof Marsigit menjelaskan kembali mengenai intuisi, intuisi itu kemampuan yang sudah tidak perlu untuk dipikirkan kembali dan bersifat spontan. Jadi jika masih memikirkan mana arah utara dengan berpikir dan bingung maka terdapat permasalahan dalam intuisinya. Intuisi itu bisa sehat, sakit dan juga bermasalah, sehingga jika ingin hidup dengan bahagia perlu untuk memiliki intuisi yang sehat. Manusia memiliki banyak sekali intuisi, karena semua ini merupakan intuisi, ada intuisi benda, intuisi waktu, intuisi cahaya, intuisi lapar, termasuk intuisi penjumlahan, matematika, keuangan, jarak dll.
Selanjutnya bagaimana memperoleh intuisi?
Prof Marsigit mengatakan bahwa cara memperoleh intuisi adalah dari pengalaman. Karena intuisi adalah pengalaman. Tidak ada intuisi jika belum ada pengalaman. Setiap manusia harus memiliki intuisi, karena jika tidak maka hidunya tidak akan seimbang. Contohnya, jika manusia tidak memiliki intusisi kenyang, maka ia akan makan denga terus menerus.

Sabtu, 02 Juni 2018

Refleksi Pembuatan Perangkat Pembelajaran Berbasis Etnomatematika dengan Pendekatan Saintifik melalui Objek Candi Prambanan Dibimbing oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A.

Refleksi Pembuatan Perangkat Pembelajaran Berbasis Etnomatematika dengan Pendekatan Saintifik melalui Objek Candi Prambanan
Dibimbing oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A.

Oleh:
Malidha Amelia/15301241016/S-1
Pendidikan Matematika
Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta

Etnomatematika merupakan mata kuliah wajib bagi kami mahasiswa Pendidikan Matematika A angkatan 2015 Universitas Negeri Yogyakarta. Saya mengikuti perkuliahan Etnomatematika pada semester ke 6 yang dimapu oleh Prof Marsigit. Etnomatematika adalah perpaduan antara Matematika, pendidikan dan budaya. Sedangkan menurut D’Abrosio bahwa Etnomatematika merupakan Matematika yang dipraktikkan oleh kelompok budaya seperti masyarakat perkotaan dan pedesaan, kelompok buruh, anak-anak dari kelompok usia tertentu, masyarakat lainnya. Etnomatematika menggunakan konsep Matematika secara luas yang terkait dengan berbagai aktivitas matematika, meliputi aktivitas mengelompokkan, berhitung, mengukur, merancang bangunan atau alat, bermain, menentukan lokasi dan lain sebagainya.
Pada perkuliahan Etnomatematika kali ini, kami diberi beberapa tugas diantaranya adalah membuat komentar pada blog yang ditulis oleh Prof Marsigit, yang dapat diakses din halaman powermathematics.blogspot.com dimana didalam blog tersebut banyak sekali artikel, cerita/refleksi perkuliahan, link pendidikan dll yang sangat bermanfaat untuk dibaca. Selain itu kami juga mendapat tugas untuk melakukan observasi pada beberapa tempat berbudaya untuk mengembangkan perangkat pembelajaran berbasis etnomatematika, mempraktikkan pembelajaran melalui perangkat pembelajaran yang telah dibuat tersebut, menonton wayang, menonton pagelaran ketoprak dalam rangka Dies Natalis UNY yang salah satu lakonnya dimainkan langsung oleh Prof Marsigit, selanjutnya adalah pembuatan refleksi budaya dan refleksi perkuliahan.
Kali ini saya akan membahas sedikit mengenai refleksi perkuliahan dalam pembuatan perangkat pembelajaran yang berbasis etnomatematika. Sesuai dengan tugas yang diberikan oleh Prof Marsigit bahwa pembelajaran Etnomatematika kami diminta untuk melakukan observasi ke berbagai tempat berbudaya. Hasil dari observasi yang dilakukan tersebut berupa perangkat pembelajaran yang tentunya berbasis Etnomatematika. Dalam satu kelas dibagi kedalam 3 kelompok untuk melakukan observasi di 3 lokasi yaitu Candi Borobudur, Candi Prambanan, dan Kraton Yogyakarta.
Kebetulan kelompok saya mendapat lokasi Candi Prambanan untuk melakukan observasi. Sebelum melakukan observasi, terlebih dahulu kami membagi materi dan kelas dari pelajaran Matematika untuk selanjutnya dibuat perangkat pembelajaran agar tidak terdapat kesamaan materi antara mahasiswa yang satu dengan yang lainnya. Untuk kelompok Candi Prambanan mendapat bagian kelas IX, sedangkan materi yang saya kaji adalah pembelajaran geometri untuk mencari luas permukaan tabung. Kami berangkat melakukan observasi pada tanggal 24 Maret 2018 bersama 10 orang lainnya.
Di Candi Prambanan kami melakukan observasi budaya yang ada disana dengan pembelajaran Matematika. Banyak sekali objek yang dapat dikaitkan dengan matematika yaitu diantaranya adalah berbagai bentuk relief, stupa, tangga berundak, letak candi yang satu dengan yang lain, artefak dll. Sehingga karena saya mengambil materi geometri untuk mencari luas permukaan tabung maka saya memfokuskan observasi kepada bentuk-bentuk dari candi dan sekitarnya yang berbentuk menyerupai tabung. Untuk mengenalkan bentuk tabung dan mencari luas permukaannya. Dari hasil observasi, bentuk yang menyerupai tabung pada Candi Prambanan dan sekitarnya yaitu terdapat pada ujung dari masing-masing stupa, dan juga beberapa objek-objek yang lain yang terdapat pada musium Candi Prambanan.
Berikut merupakan bentuk-bentuk di Candi Prambanan dan sekitarnya yang menyerupai tabung.

 
 

Dari hasil pengamatan seperti diatas, dapat dikembangkan menjadi sebuah Lembar Kegiatan Peserta Didik yang berbasis Etnomatematika. Dimana menggunakan pendekatan saintifik yaitu dengan sintaks 5m maka pengaitan pembelajaran matematika dengan budaya Candi Prambanan seperti hasil observasi diatas dapat digunakan sebagai sarana pembelajaran meenentukan luas permukaan tabung, yaitu pada KD Mengonstruksi rumus luas permukaan dan volume bangun ruang  sisi lengkung (tabung, kerucut dan bola).
Sehingga setelah mengikuti perkuliahan dengan Prof Marsigit pembelajaran matematika dengan basis budaya dapat menjadi inovasi baru bagi guru untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam memahami dan menemukan materi yang dipelajari. Karena dengan mengaitkan matematika dengan budaya sama saja mengaitkan matematika dengan kontekstual sehingga siswa dapat memahami bahwa matematika dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari dan juga ditemukan dalam budaya yang tersebar di Indonesia.

Berikut merupakan link untuk RPP dan LKPD berbasis Etnomatematika: