Tidak semua yang aku tulis adalah yang aku rasakan

Kamis, 18 Oktober 2018

Penelitian Tindakan Kelas



Penelitian Tindakan Kelas
Oleh:
Malidha Amelia (15301241016)
Pendidikan Matematika/FMIPA/Universitas Negeri Yogyakarta

Definisi dan Latar Belakang
Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan didalam kelas. Penelitian tindakan kelas dapat dijadikan sarana bagi guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran secara efektif. Penelitian tindakan kelas juga merupakan kebutuhan bagi guru dalam meningkatkan profesionalitasnya sebagai guru, karena (Sukanti,  2008):
1.      Penelitian tindakan kelas sangat kondusif untuk membuat guru menjadi peka dan tanggap terhadap dinamika pembelajaran dikelasnya. Guru menjadi reflektif  dan kritis terhadap apa yang guru dan siswa lakukan.
2.      Peneltian tindakan kelas meningkatkan kinerja guru sehingga menjadi profesional. Guru tidak lagi sebagai praktisi yang sudah merasa puas terhadap apa yang dikerjakan tanpa adanya upaya perbaikan dan inovasi namun dia bisa menempatkan dirinya sebagai peneliti dibidangnya.
3.      Guru mampu memperbaiki proses pembelajaran melalui suatu pengkajian yang terdalam terhadap apa yang terjadi dikelasnya.
4.      Penelitian tindakan kelas tidak mengganggu tugas pokok seorang guru karena tidak perlu meninggalkan kelasnya.


(Sukanti,200) menyatakan. penelitian tindakan kelas mampu membuat guru menjadi peka dan tanggap terhadap dinamika pembelajaran dikelasnya. Guru menjadi reflektif dan kritis terhadap apa yang guru dan siswa lakukan. Peneltian tindakan kelas meningkatkan kinerja guru sehingga menjadi profesional. Penelitian Tindakan Kelas merupakan penelitian yang berkaitan dengan pembelajaran di kelas. Penelitian Tindakan Kelas dapat digunakan untuk mendukung program peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah dan tujuannya adalah peningkatan kualitas pendidikan sekolah tersebut. Penelitian yang melibatkan pihak sekolah dan guru juga dapat memberikan pengalaman yang baik dan berharga bagi guru dalam rangka memperbaiki dalam skala yang lebih makro, pengalaman guru akan mempunyai dampak externality bagi perumusan kebijakan bagi sekolah dan pemerintah. Sehingga pemilihan dan penetapan masalah penelitian merupakan hal dasar yang harus dipahami oleh guru, karena hal ini akan berpengaruh pada pemilihan strategi yang akan dilaksanakan.


Prinsip Dasar Penulisan Penelitian Tindakan Kelas
Menurut Kasihani (1999) dan Suyanto (1997) terdapat beberapa prinsip dasar PTK dan merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh peneliti adalah sebagai berikut:
  • PTK berorientasi pada perbaikan pendidikan melalui perubahan-perubahan yang dilaksanakan dalam tindakan-tindakan. Sehingga kesiapan guru untuk berubah merupakan syarat penting.
  • Masalah yang diangkat dalam PTK merupakan masalah yang memang ada, faktual, menarik, dan layak untuk diteliti. Dimulai dari hal-hal yang sederhana dan nyata. Dengan siklus dimulai dengan yang kecil sehingga perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi menjadi lebih jelas.
  • Metodologi yang digunakan dalam penelitian harus tepat dan terpercaya. Bila metodologinya tepat maka akan memberi peluang bagi guru untuk membuat hipotesis tindakan dan mengembangkan strategi yang kemudian dapat diterapkan dikelasnya. 
  •  PTK merupakan proses sistematik, terukur, dan objektif yang memerlukan kemampuan dan keterampilan intelektual. Sistematis artinya, setiap fenomena mempunyai keterkaitan dengan fenomena lain. Terukur artinya, setiap hasil penelitian dijelaskan dengan indikator maupun ukuran tertentu. Obyektif artinya, berdasarkan pada keadaan sesungguhnya dan tanpa intervensi subyektivitas penulis.
  • Topik yang dikembangkan berkenaan dengan efektivitas metode mengajar yang digunakan oleh guru selama ini. 
  • PTK juga dapat diguanakan untuk merefleksikan kemampuan guru dalam menulis karya ilmiah sebagai bagian dari peningkatkan profesionalisme guru.
  • Topik PTK merupakan model pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar siswa bernuansa quantum teaching, quantum learning, contextual learning, integrated curriculum, dan competency based curriculum yang semua berorientasi pada kepentingan siswa.
Menurut Rahmawat (2008), masalah dalam PTK dapat terjadi secara individual maupun secara kelompok, sehingga dalam penetapan masalah penelitian harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
  • Masalah tersebut harus menunjukkan adanya kesenjangan antara teori dan praktik yang dihadapi guru dalam menjalankan tugas kesehariaannya.
  • Masalah tersebut memungkinkan untuk dicarikan solusi alternatif melalui tindakan yang konkrit yang memungkinkan untuk diidentifikasi faktor penyebab  terjadinya masalah dan factor-faktor tersebut sebagai dasar dalam penetapan pemecahan masalah atau sebagai solusi.
  • Masalah yang dipilih dalam PTK adalah masalah yang memiliki nilai yang bukan sesaat, yang memungkinkan diperoleh tindakan yang efektif dalam pemecahan masalah.
  • Masalah yang diangkat haruslah benar-benar ada dan terjadi serta dirasakan dalam tugas keseharian guru.
  • Masalah tersebut haruslah bersumber dari refleksi atau masalah sendiri dan bukan masalah orang lain.
Sumber:
Mujiwati, Endang Sri. Permana, Erwin Putera, dkk. (2017). Pelatihan Penulisan Karya Ilmiah  untuk Guru Sekolah Dasarpada Anggota Gugus 1 Kecamatan Ringinrejo Kabupaten Kediri. Jurnal Abdinu. Vol 1. No 1.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2015). Panduan Pelaksanaan Program Penelitian Tindakan Kelas Tingkat Satuan Pendidikan Tahun 2016. Badan Penelitian dan Pengembangan, Pusat Penelitian Kebijakan.


Riset Studi Kasus



Penelitian Studi Kasus
     Oleh:             
Malidha Amelia (15301241016)
Pendidikan Matematika/FMIPA/Universitas Negeri Yogyakarta
malidha.amelia2015@student.uny.ac.id


Definisi dan Latar Belakang
Penelitian studi kasus adalah pendekatan kualitatif yang penelitinya mengeksplorasi kehidupan nyata, sistem terbatas kontemporer (kasus) atau beragam sistem terbatas (berbagai kasus), melalui pengumpulan data yang detail dan mendalam yang melibatkan beraga, sumber informasi majemuk, misalnya pengamatan, wawancara, bahan audiovisual, dan dokumen dan berbagai laporan, dan melaporkan deskripsi kasus dan tema kasus. Satuan analisis dalam studi kasus bisa merupakan kasus majemuk (studi multi situs) atau kasus tunggal (studi dalam situs).
Penulis studi kasus memiliki banayk teks dan pendekatan yang dapat dipilih. Sesuai yang disebutkan oleh Yin (2009), yang mendukung pendekatan kuantitatif maupun kualitatif untuk pengembangan studi kasus dan membahas studi kasus kualitatif eksplanatoris, eksploratoris, dan deskriptif.
Ciri Khas Studi Kasus
Penulisan penelitian studi kasus menghasilkan beberapa ciri sebagai berikut:
  • Studi kasus dimualai dengan mengindentifikasi satu kasus yang speseifik. Kasus tersebut berupa entitas yang konkret misalnya individu, kelompok kecil, organisasi, atau kemitraan. Biasanya, para peneliti studi kasus mempelajari kasus kehidupan nyata yang mutakhir yang sedang berlangsung sehingga mereka dapat mengumpulkan informasi yang akurat tanpa kehilangan waktu.
  • Tujuan dari pelaksanaan studi kasus dapat disusun untuk mengilustrasikan kasus yang unik, kasus yang memiliki kepentingan yang tidak biasa dalam dirinya dan perlu dideskripsikan atau diperinci. Kasus tersebut disebut dengan kasus intrinsik (Stake, 1995). Selain itu dapat digunakan untuk memahami isu, problem, atau keprihatinan yang spesifik dan kasus atau beberapa kasus yang diseleksi untuk mengetahui permasalahan tersebut dengan baik, dimana kasus tersebut disebut kasus instrumental (Stake, 1995).
  • Ciri utama dari studi kasus adalah studi kasus itu memperlihatkan pemahaman mendalam tentang kasus tersebut. Peneliti mengumpulkan beragam bentuk dan kuakitatif mulai dari wawancara, pengamatan dokumen hingga bahan audiovisual.
  • Pemilihan pendekatan untuk analisis data dalam studi kasus akan berbeda-beda. Sebagian studi kasus melibatkan analisis tehadap unit-unit dalam kasus tersebut (misal, sekolah atau distrik sekolah), sedangkan sebagian yang lain tentang keseluruhan kasus (misalnya distrik sekolah). Peneliti memilih kasus majemuk untuk dianalisis dan diperbandingkan, sedangkan untuk studi kasus yang lain, dipilih kasus tunggal untuk dianalisis.
  • Agar analisisnya dapat dipahami dengan baik, riset studi kasus yang baik juga melibatkan deskripsi tentang kasus tersebut. Peneliti dapat mengidentifikasi tema atau isu/masalah atau situasi spesifik yang hendak dipelajari dalam masing-masing kasus.
  • Tema atau masalah itu dapat diorganisasikan menjadi kronologi oleh peneliti, menganalisis keseluruhan kasus untuk mengetahui bagaimana persamaan dan perbedaan diantara kasus tersebut, atau menyajikannya dalam suatu model teoritis.
  • Studi kasus sering diakhiri dengan kesimpulan yang dibentuk oleh peneliti tentang makna keseluruhan yang diperoleh dari kasus tersebut.
Tipe Studi Kasus
Studi kasus dibedakan berdasarkan ukuran batasan dari kasus tersebut, misalnya apakah kasus tersebut melibatkan satu individu, beberapa individu, suatu kelompok, suatu program besar atau suatu aktivitas. Studi kasus juga dapat diberikan dalam hal tujuan. Terdapat tiga variasi mengenai tujuannya, yaitu studi kasus instrumen tunggal, studi kasus kolektif/majemuk, dan studi kasus instrinsik. Dalam studi kasus instrumental tunggal menurut Stake (1995), peneliti memfokuskan pada isu atau persoalan, kemudian memilih satu kasus terbatas untuk mengilustrasikan persoalan tersebut. Dalam studi kasus kolektif (majemuk), satu isu atau persoalan juga dipilih, tetapi peneliti memilih beragam studi kasus untuk mengilustrasikan isu atau persoala tersebut atau mempelajari satu program dari beberapa tempat riset atau beragam program pada satu tempat tertentu. Selanjutnya studi kasus instrinsik yang berfokus kepada kasus itu sendiri (misal mengevaluasi program atau mempelajari seorang siswa yang memiliki kesulitan) karena kasus tersebut memiliki situasi yang tidak biasa atau unik.
Prosedur Pelaksanaan Studi Kasus
Untuk menuliskan riset studi kasus diperlukan prosedur sebagai berikut:
  • Peneliti harus menentukan terlebih dahulu, apakah studi kasus merupakan hal yang tepat untuk mempelajari permasalahan risetnya.
  • Peneliti perlu mengidntifikasi kasus atau beberaoa kasus mereka. Peneliti perlu mempertimbangkan tipe studi kasus apa yang paling menjanjikan dan berguna. Dalam memilih kasus yang hendak dipelajari, terdapat banyak kemungkinan bagi sampling purposeful. Creswell biasanya memilih kasus yang memperlihatkan beragam prespektif tentang permasalahan, proses atau peristiwa yang ingin diteliti.
  •  Pengumpulan data dalam riset studi kasus biasanya diambil melalui beragam sumber informasi, misalnya pengamatan, wawancara, dokumen atau bahan audiovisual.
  • Tipe analisis data dapat berupa analisis holistik dari keseluruhan kasus atau analisis melekat dari salah satu aspek dari kasus tersebut (Yin, 2009). Salah satu strategi analisis adalah dengan mengidentifikasi permasalahan dalam masing-masing kasus, kemudian mencari tema umum yang mendahului kasus tersebut (Yun, 2009). Jika kasus majemuk yang dipilih, maka format penulisannya pertama adalah disajilan deskripsi tentang kasus dab tema yang disebut analisis dalam kasus, kemudian analisis tematik terhadap semua kasus, disebut analisis lintas kasus dan juga penegasan atau penafsiran tenranf makna dari kasus tersebut.
  • Tahap penafsiran akhir, peneliti melaporkan makna dari kasus tersebut, apakah makna tersebut datang dari pembelajaran tentang persoalan dari kasus tersebut atau pembelajaran tentang situasi yang tidak biasa (kasus instrinsik).
Tantangan
Salah satu tantangan yang dihadapi dalam penulisan studi kasus kualitatif adalah harus mengidentifikasi kasus tersebut. Peneliti harus mempertimbangkan apakah akan mempelajari satu kasus tunggal atau kasusu majemuk. Mempelajari lebih dari satu kasus akan mendangkalkan ananlisis keseluruhan, semakin banyak kasus yang dipelajari, semakin dangkal analisis pada setiap kasus tunggalnya. Dalam pemilihan kasus, peneliti harus menetapkan dasar pemikiran bagi strategi sampling purposeful-nya untuk memilih kasus dan untuk mengumpulkan informasi tentang kasus tersebut. 

Sumber:
Penelitian Kualitatif & Desain Riset “Memilih Diantara Lima Pendekatan” oleh John W. Creswell

Rabu, 10 Oktober 2018

Riset Etnografis



Penelitian Etnografis
Oleh:
Malidha Amelia (15301241016)
Pendidikan Matematika/FMIPA/Universitas Negeri Yogyakarta

Definisi dan Latar Belakang
Seorang etnografer tertarik dalam mempelajari pola yang sama dengan penelitian grounded theory dan satuan analisis umumnya terdiri lebih dari 20 individu yang dilibatkan. Etnografi berfokus kepada kelompok yang memiliki kebudayaan yang sama. Mungkin saja kelompok kebudayaan yang diteliti mungkin kecil (sejumlah pengajar, sejumlah pekerja sosial) tapi biasanya besar melibatkan banyak orang yang berinteraksi sepanjang waktu (para pengajar di suatu sekolah, kelompok kerja sosial komunitas). Maka dari itu, etnografi merupakan suatu desain kualitatif yang penelitinya mendeskripsikan dan menafsirkan pola yang sama dari nilai, perilaku, keyakinan, dan bahasa dari suatu kelompok berkebudayaan (Harris, 1968).


Menurut Agar (1980), etnografi merupakan suatu cara untuk mempelajari sebuah kelompok berkebudayaan sama sekaligus produk akhir tertulis dari riset tersebut. Sebagai proses, etnografi melibatkan pengamatan yang luas dimana penelitianya menenggelamkan diri dalam kehidupan sehari-hari dari masyarakat tersebut, mengamati dan mewawancarai para partisipan dalam kelompok tersebut. Yang dipelajari adalah perilaku, bahasa, dan interaksi di kalangan para anggota kelompok berkebudayaan sama tersebut.

Ide-ide utama tentang etnografi yang dikembangkan dalam pembahasan ini akan megambil pada pendekatan dari Fetterman (2010) dan Walcott (2008).

Ciri Utama Etnografi

·   Etnografi berfokus pada pengembangan deskripsi yang kompleks dan lengkap tentnag kebudayaan dari kelompok, yaitu kelompok yang memiliki budaya yang sama. Sebagaimana yang disebutkan oleh Walcott (2008a), etnografi bukanlah studi tentang kebudayaan, tetapi studi tentang perilaku sosial dari kelompok masyarakat yang dapat diidentifikasikan.

·        Dalam etnografi, peneliti mencari berbagai pola dari aktivitas kelompok tersebut misalnya ide dan keyakinan yang diekspresikan melalui bahasa atau aktivitas material, misalnya bagaimana mereka berperilaku dalam kelompok yang diekspresikan melalui tindakan mereka yang diamati oleh peneliti (Fetterman, 2010).

·       hal itu berarti  bahwa kelompok berkebudayaan sama tersebut telah lengkap dan berinteraksi dalam waktu yang cukup lama hingga dapat membangun pola kerja yang keras.

·     Teori memainkan peran penting dalam memfokuskan perhatian peneliti ketika melaksanakan penelitian etnografi. Contohnya, para etnografer memulai dengan teori suatu penjelasan umum tentang apa yang mereka harapkan untuk ditemukan, yang diambil dari ilmu pengentahuan kognitif untuk memahami ide dan keyakinan atau dari teori materialis.

·     Untuk menemukan pola dari kelompok yang berkebudayaan sama, peneliti harus terlibat dalam kerja lapangan yang lama, mengumpulkan data melalui wawancara, pengamatan, simbol, artefak, dan beragam sumber data yang lain (Fetterman, 2010).

·     Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan pandangan partisipan sebagai prespektif etnis in sider dan membuatnya dalam kutipan verbatin, dan menyintesis data, menyaringnya melalui prespektif inliah etis dari peneliti untuk mengembangkan suatu penafsiran kebudayaan (deskripsi tentang kelompok dan tema yang terkait dengan konsep teoritis yang sedang dieksplorasi dalam studi tersebut) secara menyeluruh.

·  Dari analisis tersebut menghasilkan pemahaman tentang bagaimana kelompok yang berkebudayaan sama berjalan, yaitu bagaimana kelompok tersebut berfungsi dan bagaimana cara hidup dari kelompok tersebut.

Tipe Etnografi

Terdapat dua bentuk etnografi yang populer yang akan ditekankan disini, yaitu etnografi realis dan etnografi kritis. Etnografi Realis adalah pendekatan tradisional yang digunakan oleh para antropolog kebudayaan. Etnigrafi realis adalah suatu laporan objektif tentang situasi, biasayan ditulis dalam sudut pandang orang ketiga dan melaporkan secara objektif informasi yang dipelajari dari para partisipan. Para etnografer memiliki posisi sebagai orang ketiga yang tidak berpihak dan melaporkan tentang apa yang diamati atau didengar dari partisipan. Etnografer sebagai seorang reporter, dan sang realis juga melaporkan data objektif yang tidak terkontaminasi oleh bias pribadi, tujuan politik dan pertimbangan politis. Etnografi kritis adalah suatu jenis riset entografis dimana penulisnya memperjuangkan emansipasi bagi kelompok masyarakat yang terpinggirkan. Contohnya mempelajari sekolah yang menyediakan hak-hak istimewa bagi kelompok murid tertentu, atau praktek konseling tang ditunjukkan untuk mengetahui kebutuhan dari beberapa kelompok yang kurang terwakili. Seorang etnigrafer kritis akan mempelajari bagaimana permasalahan tentang kekuasaan, pemberdayaan, ketidaksetaraan, ketidakadilan, dominasi, penindasan, hegemoni, dan penipuan.

Prosedur Pelaksanaan Etnografi

Beberapa langkah yang digunakan dalam pelaksanaan etnografi adalah sebagai berikut:

·  Menentukan apakah etnografi merupakan pendekatan yang tepat untuk mempelajari permasalahan yang dimaksud. Etnografi sangat tepat jika digunakan untuk mendeskripsikan bagaimana kelompok kebudayaan berjalan dan untuk mengeksplorasi berbagai keyakinan, bahasa, perilaku dan persoalan yang mereka hadapi.

·   Mengidentifikasi dan menentukan suatu kelompok berkebudayaan sama yang hendak dipelajari. Biasanya kelompok ini adalah kelompok yang para anggotanya telah hidup bersama dalam waktu yang lama, sehingga bahasa, pola perilaku, dan sikap mereka telah terbentuk menjadi pola yang dapat dilihat. Karena seorang etnografer perlu mengamati dan berbincang dengan kelompo ini dan harus menemukan individu yang mempersilahkan peneliti untuk masuk kedalam kelompok tersebut yaitu seorang gatekeeper atau informan penting (partisipan).

·      Menyeleksi berbagai tema, permasalahan, atau teori kebudayaan yang hendak dipelajari dari kelompok tersebut, yang kemudian akan menyediakan kerangka pengarah bagi studi. Kerangka tersebut juga mempengaruhi analisis tentang kelompok yang berkebudayaan sama.

·     Untuk mempelajari konsep kebudayaan, harus ditentukan tipe etnografi mana yang hendak digunakan. Etnografi kritis digunakan untuk mengekspos permasalahan seperti kekuasaan hegemoni, dan memberikan advokasi bagi kelompok tertentu. Misalnya dapat meneliti tentang ketidakadilan di masyarakat, menggunakan riset tersebut untuk melakukan advokasi dan menyerukan perubahan.

·     Mengumpulkan informasi dalam konteks atau lingkungan dimana kelompok tersbeut hidup. Hal tersebut dinamakan kerja lapangan (Walcott, 2008a). Dengan mendatangi tempat penelitian, mengamati kehidupan sehari-hari individu yang tinggal ditempat tersebut, dan mengumpulkan berbagai macam bahan penelitian.

·      Dari banyak sumber data yang telah dikumpulkan, sang etnografer menganalisis data tersebut untuk menyusun suatu deskripsi tentang kelompok yang berkebudayaan sama tersebut, tema yang muncul dari kelompok tersebut dan penafsiran secara keseluruhan (Walcott, 1995b). Peneliti memulai dengan menyusun deskripsi yang detail tentang kelompok yang berkebudayaan sama, memfokuskan pada peristiwa tunggal, pada beberapa aktivitas atau pada kelompok tersebut dalam waktu yang lama. Kemudian menganalisis pola tentang bagaimana kelompok kebudayaan tersebut berjalan.

·    Menyusun rangkaian aturan atau teori tentang bagaimana kelompok berkebudayaan sama tersebut berjalan sebagai hasil dari analisis ini. Sehingga hasil akhirnya adalah potret kebudayaan yang holistik dari kelompok tersebut yang mencakup pandangan dari para partisipan dan juga dari peneliti.
Tantangan
Peneliti harus memiliki pemahaman tentang antropologi kebudayaan, makna dari sistem sosial-budaya, dan konsep yang biasanya dieksplorasi oleh mereka yang sedang mempelajari kebudayaan. Selain itum waktu yang dibutuhkan untuk mengumpulkan data sangat banyak.




Sumber:

Penelitian Kualitatif & Desain Riset “Memilih Diantara Lima Pendekatan” oleh John W. Creswell


Riset Grounded Theory

Penelitian Grounded Theory
Oleh:
Malidha Amelia (15301241016)
Pendidikan Matematika/FMIPA/Universitas Negeri Yogyakarta

Definisi dan Latar Belakang
Jika riset naratif berfokus pada cerita individual yang dituturkan oleh partisipan, fenomenologi menekankan pengalaman yang sama pada sejumlah individu. Sedangkan menurut Corbin dan Strauss (2007) Studi Grounded Theory bertujuan untuk bergerak ke luar dari deskripsi dan untuk memunculkan atau menemukan teori. Partisipan dalam penelitian ini semuanya akan mengalami proses tersebut. Menurut Strauss dan Corbin (1998), ide pentingnya adalah pengembangan teori ini tidak muncul dengan sendirinya, tetapi dimunculkan atau didasarkan pada data dari para partisipan yang telah mengalami proses tersebut. Maka dari ity, Grounded Theory merupakan suatu penelitian yang memunculkan penjelasan umum (teori) tentang proses, aksi, atau interaksi yang dibentuk dari sejumlah partisipan. Grounded Theoty disediakan untuk memunculkan teori lengkap dengan diagram dan hipotesis tentang aksi, interaksi, atau proses dengan saling menghububgkan kategori informasi berdasarkan pada data yang dikumpulkan dari individu.
Melalui berbagai penafsiran, Grounded Theory telah memperoleh popularitasnya pada berbagai bidang seperti pada bidang sosiologi, keperawatan, pendidikan dan psikologi dan juga pada beberapa bidang lainnya.
Ciri Utama dari Grounded Theory
Ada beberapa ciri utama dari Grounded Theory yang terdapat dalam penelitian adalah sebagai berikut:
·         Penelitian memfokuskan pada proses atau aksi yang memiliki tahapan atau fase khas yang terjadi sepanjang waktu. Sehingga penelitian dengan grounded theory meneliti gerakan atau aksi yang berusaha dijelaskan oleh peneliti. Misalnya: proses yang “mengembangkan program pendidikan umum” atau “mendukung staf pengajar (dosen) untuk menjadi para peneliti yang baik”.
·          Kemudian peneliti mengembagkan teori tentang proses atau aksi tersebut. Ada banyak definisi tentang teori yang terdapat dalam literatur, tetapi secara umum teori adalah suatu penjelasan tentang sesuatu atau pemahaman yang dikembangkan oleh peneliti. Kategori teoritis yang dirangkai untuk memperlihatkan bagaimana mereka bekerja. Misalnya, teori tentang dukungan bagi staf pengajar (dosen) dapat memperlihatkan bagaimana staf pengajar didukung sepanjang waktu oleh sumberdaya yang spesifik, oleh aksi yang spesifik yang dilakukan oleh individu. (Creswell dan Brown, 1992).
·         Memoing, memoing menjadi bagian dari pengembangan teori ketika peneliti menuliskan ide berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan dianalisis.
·         Proses pengumpulan data sering kali dilakukan dengan wawancara, dimana peneliti membandingkan data yang dikumpulkan dari para partisipan dengan ide tentang teori baru.
·         Analisis data dapat distrukturkan dan mengikuti pola pengembangan kategori terbuka, memilih satu kategori untuk menjadi fokus dari teori tersebut dan kemudian memperinci kategori tambahan (coding aksial) untuk membentuk model teoritis.
Tipe Grounded Theory
Terdapat dua pendekatan yang populer dalam Grounded Theory yaitu prosedur sistematis dari Strauss dan Corbin (1990, 1998) dan pendekatan konstruktivis dari Charmaz (2005, 2006).
a.       Prosedur Sistematis dari Strauss dan Corbin (1990, 1998)
Dalam prosedur ini peneliti berusaha mengembangkan secara sistematis teori yang menjelaskan proses, aksi atau interaksi dari topik. Misalnya proses pengembangan kurikulum. Peneliti biasanya melakukan 20 sampai 30 wawancara ketika melakukan kunjungan ke lapangan untuk mengumpulkan data wawancara untuk memenuhi kategorinya. Peneliti juga mengumpulkan dan menganalisis berbagai hasil pengamatan dan dokumen, tetapi bentuk data ini sering tidak digunakan dalam melakukan analisis.
Para partisipan yang diwawancarai dipilih secara teoritis (sampling teoritis) agar peneliti dapat membentuk teorinya dengan baik. Proses pengambilan informasi dari kumpulan data tersebut dan perbandingannya dengan kategori baru disebut metode analisis data komparatif konstan. Peneliti mengawalinya dengan coding terbuka (open coding) yaitu mengkodekan data untuk kategori informasi utamanya. Selanjutnya muncul coding aksial yang penelitinta mengidentifikasi satu kategori coding terbuka untuk dijadikan fokus (fenomena inti), dan selanjutnya adalah menciptakan kategori seputar fenomena inti tersebut.
Strauss dan Corbin (1990) merumuskan beberapa tipe kategori yang diidentifikasi seputar fenomena inti yaitu sebagai berikut:
·         Kondisi kausal, yaitu faktor apa saja yang menyebabkan fenomena inti tersebut.
·         Strategi, yaitu tindakan yang dilakukan dalam merespon fenomena inti.
·         Kondisi kontekstual
·         Kondisi pengganggu, yaitu faktor situasional yang luas maupun spesifik yang mempengaruhi strategi.
·         Konsekuensi, yaitu hasil dari penggunaan stategi.
Kategori ini berkaitan dengan fenomena inti dalam model visual yang disebut paradigma coding aksial. Selanjutnya tahap terakhir adalah coding selektif, dimana penelitinya mengambil model dan mengembangkan proposisi (hipotesis) yang menghubungkan kategori yang terdapat dalam model tersebut dan kemudian menyusun cerita yang mendeskripsikan hubungan dari kategori tersebut.
b.      Pendekatan Konstruktivis dari Charmaz (2005, 2006)
Charmaz mendukung prespektif konstruktifis sosial yang mencakup penekanan pada beragam dunia lokal, beragam realitas dan kompleksitas dari dunia, pandangan dan aksi tertentu. Grounded Theory konstruktivis menurut Charmaz (2006) terletak pada pendekatan interpretatif dalam penelitian kualitatif dengan pedoman yang fleksibel, fokus pada teori yang dikembangakan yang bergantung pada pandangan peneliti, yang mempelajari tanteng pengalaman dalam jaringan, situasi, hubungan yang tertanam dan tersembunyi, dan memperlihatkan hierarki kekuasaan, komunikasi dan kesempatan. Charmaz  menganjurkan penggunaan kode aktif, misalnya frasa berbaris-gerund seperti recasting life. Prosedur grounded theory tidak mengecilkan peran dari peneliti dalam proses tersebut. Peneliti membuat keputusan tantang kategori di sepanjang proses tersebut, mengajukan pernyataan tentang data, dan menjelaskan nilai, pengalaman dan prioritas pribadi.
Prosedur Pelaksanaan Riset Grounded Theory
Peneliti peru untuk memulai penelitian dengan menentukan apakah Grounded Theory merupakan teori yang paling cocok untuk masalah penelitian yang diangkat. Dimana Grounded Theory merupakan teori yang baik digunakan ketika tidak didapatkan teori untuk menjelaskan dan memahami proses.
Pada praktiknya, teori mungkin dibutuhkan untuk menjelaskan bagaimana masyarakat mengalami fenomena, dan Grounded Theory yang dikembangkan oleh peneliti akan menyediakan kerangka umum semacam itu.
Pertanyaan penelitian yang diajukan oleh peneliti kepada para partisipan akan diarahkan untuk memahami bagaimana individu mengalami proses tersebut dan mengidentifikasi tahap dalam proses tersebut. Selanjutnya peneliti kemudian beralih pada para partisipan dan mengajukan pertanyaan yang lebih detail yang akan membantu pada tahap coding aksial. Pertanyaan tersebut yang biasa ditanyakan dalam wawancara, meskipun bentuk data yang lain mungkin juga dikumpulkan, misal pengamatan, dokumen, da  bahan audiovisual. Hal tersebut melibatkan 20 hingga 60 waawancara.
Analisis data yang dilakukan, berlangsung secara bertahap. Dalam coding terbuka, peneliti membentuk kategori informasi tentang fenomena yang sedang dipelajari. Pada masing-masing kategori, peneliti menemukan beberapa sifat (properties), atau subkategori dan mencari data untuk didimensionalisasi atau memperlihatkan kemungkinan ekstrem pada kontinum dari sifat tersebut. Selanjutnya dalam coding aksial, peneliti menyusun data dalam cara baru setelah coding terbuka. Peneliti menyajikan paradigma coding atau diagram logika (model visual ) dimana penelitinya mengidentifikasi fenomena sentral (kategori sentral tentang fenomena tersebut), mengeksplorasi kondisi kausal (kategori dari kondisi yang mempengaruhi fenomena tersebut), menentukan strategi, mengidentifikasi konteks dan kondisi pengganggu (kondisi yang sempit maupun luas yang mempengaruhi strategi) dan menggambarkan konsekuensi dari fenomena. Selanjutnya dalam coding selektifm peneliti menulis “alur cerita” yang menghubungkan bebrapa kategori atau proporsi atau hipotesis dapat ditentukan dengan menyatakan hubungan yang diprediksi.
Hasil dari pengumpulan data dan analisis data ini adalah teori yaitu teori subtansial. Teori tersebut muncul dengan bantuan dari proses memoing yang penelitinya menulis ide tentang teori baru selama proses coding terbuka, aksial dan selektif. Studi penelitian Grounded Theory akan berakhit pada titik yang memunculkan teori sebagai tujuan dari riset tersebut.  
Tantangan Penelitia dengan Grounded Theory
Peneliti perlu untuk menyingkirkan sejauh mungkin ide atau pengertian teoritis sehingga teori substantif analisis dapat muncul. Menurut Corbin dan Strauss (2007) Grounded Theory merupakan pendekatan riset sistematis dengan langkah yang spesifik dalam analisis data, jika didekati secara prespektif. Ksulitan yang akan dihadapi jika menggunakan penelitian ini adalah menentukan kategori telah jenuh atau kapan teorinya dapat diprinci. Satu strategi yang mungkin digunakan adalah dengan menggunakan sampling diskriminan, dimana peneiltinya mengumpulkan informasi tambahan dari individu yang bukan dari kelompok masyarakat yang sebelumnya telah diwawancarai untuk menentukan apakah teori tersebut tetap benar untuk para partisipan tambahan ini.

Sumber:
Penelitian Kualitatif & Desain Riset “Memilih Diantara Lima Pendekatan” oleh John W. Creswell


Penelitian Fenomenologi


Penelitian Fenomenologi

Oleh:

Malidha Amelia (15301241016)

Pendidikan Matematika/FMIPA/Universitas Negeri Yogyakarta




Definisi dan Latar Belakang

Penelitian fenomenologis mendeskripsikan pemaknaan umum dar sejumlah individu terhadap berbagai pengalaman hidup mereka terkait dengan konsep atau fenomena. Penulis memfokuskan untuk mendeskripsikan apa yang sama atau umum dari semua partisipan ketika mengalami fenomena contohnya dukacita yang dialami secara universal.

Tujuan utama dari penelitian fenomenologi adalah untuk mereduksi pengalaman individu dari fenomena menjadi deskripsi tentang esensi atau intisari universal, hal tersebut sesuai dengan yang disebutkan oleh Van Manen (1990, hlm 17). Pengalaman manusia yang dituliskan dapat berupa fenomena misalnya, insomnia, kesendirian, kemarahan, dukacita atau pengalaman operasi bypass pembuluh korner (Moustakas, 1994).

Fenomenologi memiliki komponen filosofis yang kuat yang mengambil ide dari matematikawan Jerman Edmund Husserl (1859-1938). Fenomenologi juga populer dalam ilmu sosial dan kesehatan, khususnya sosiologi, psikologi, keperawatan dan ilmu kesehatan dan pendidikan. Asumsi filosofis berpijak pada landasan yang sama yaitu tentang pengalaman hidup dari orang-orang, pandangan bahwa pengalaman yang dialami oleh orang secara sadar sesuai yang disebutkan oleh Van Manen (1990), dan merupakan pengembangan deskripsi tentang esensi dari pengalaman bukan penjelasan atau analisis sesuai yang dikatakan oleh Moustakas (1994).

Stewart dan Mickunas (1990) menekankan bahwa terdapat empat prespektif filosofis dalam fenomenologi yaitu:

·         Filsafat tanpa perangsangkaan. Dimana pendekatan fenomenologis adalah menahan semua pertimbangan dan penilaian tentang hal yang riil atau sikap yang alami hingga mereka ditemukan dalam landasan yang lebih pasti.

·         Menggunakan internasionalitas kesadara. Sehingga ide yang dikeluarkan oleh partisipan merupakan kesadaran yang selalu diarahkan pada objek. Maka dari itu realitas dari objekk tidak terelakkan terkait dengan kesadaran seseorang tentangnya.

·         Terdapat penolakan terhadap dikotimi subjek-objek. Tema yang dituliskan penulis mengalir secara alamiah dari kesengajaan dan kesadaran yang penuh.

·         Seorang individu yang menulis fenomenologis tidak lupa untuk memasukkan sebagian pembahasan tentang asumsi-asumsi filosofis tentang fenomenologi di samping metode dalam bentuk penelitian ini.

Ciri Utama Fenomenologi

Terdapat beberaba ciri yang secara khas terdapat dalam semua penelitain fenomenologis, yaitu sebagai berikut:

·         Penekanan pada fenomena yang hendal dieksplorasi berdasarkan sudut pandang konsep atau ide tunggal, misalnya ide pendidikan tentang “pertumbuhan profesional”, konsep psikologis tentang “dukacita” atau ide kesehatan tentang “hubungan keperawatan”.

·         Eksplotasi fenomena terhadap kelompok individu yang semua telah mengalami fenomena tersebut. Sehingga kelompok yang diidentivikasi merupakan kelompok heterogen dari 3 sampai 15 individu.

·         Pembahasan filosofis yang menelusuri pengalamaan hidup dari individu dan bagaimana mereka memiliki pengalaman subjektif dari fenomena tersebut maupun pengalaman objektif dari sesuatu yang sama dari orang lain.

·         Pada sebagian bentuk fenomenologi, peneliti menutup dirinya berupa membahas pengalaman pribadinya dalam fenomena studi tersebut. Hal ini berfungsi adagr peneliti dapat berfokus pada pengalaman dari para partisipan dalam studi tersebut.

·         Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan mewawancarai terhadap individu yang telah mengalami fenomena tersebut. Akantetapi, hal tersbut bukanlah ciri yang universal, karena sebagian studi fenomenologis melibatkan beragam sumber data misalnya puisi, pengalaman dna dokumen.

·         Analisis data sesuai prosedur sistematis bergerak dari satuan analisis yang sempir misalnya pernyataan penting menuju ke satuan yang lebih luas misalnya satuan makna, kemudian menuju deskripsi yang detail yang merangkum dua unsur yaitu “apa” yang telah dialami oleh individu dan “bagaimana” mereka mengalaminya, hal tersebut sesuai apa yang dikatakan oleh Moustakas (1994).

·         Fenomenologi diakhiri dengan bagian deskriptif yang membahas mengenai esensi dari pengalaman yang dialami olej individu dengan melibatkan “apa” yang telah mereka alami dan “bagaimana” mereka mengalami hal tersebut.

Tipe Fenomenologi

Ada dua pendekatan dalam studi fenomenologi yang disoroti dalam pembahasan ini yaitu fenomenologi hermeneutik oleh Van Manen (1990) dan fenomenologi empiris, transdental, atau psikologis oleh Moustakas (1994).

a.       Fenomenologi hermeneutik

Definisi dari fenomenologi hermeneutik adalah penelitian yang diarahkan kepada pengalaman hidup (fenomenologi) dan ditunjukkan untuk menafsirkan “teks” kehidupan (hermeneutika). Fenomenologo bukan hanya deskripsi, tetapi juga merupakan penafsiran yang dibuat peneliti, sehingga peneliti melakukan proses “mediasi” makna yang berbeda dari pengalaman-pengalaman hidup yang berbeda, hal tersebut dikemukakan oleh Van Manen (1990).

b.      Fenomenologi empiris, transdental atau psikologis

Fenomenologo transdental atau psikologi yang dikemukakan oleh Moustakas (1994) kurang berfokus pada penafsiran dari peneliti, namun lebih berfokus kepada deskripsi tentang pengalaman dari partisipan tersebut. Moustakas juga menggunakan konsep yang dikemukakan oleh Hussrels yaitu epoche (pengurungan) sehingga para peneliti menyingkirkan pengalaman mereka sejauh mungkin untuk memperoleh prespektif yang segar (baru) terhadap fenomena yang sedang dipelajari.

Transdental berarti bahwa segala sesuatunya dipahami secara segar (baru) seolah-olah untuk pertama kali (Moustakas, 1994). Selain menggunakan konsep pengurungan, fenomenologi transdental empiris juga mengadopsi Duquesne Studies in Phenomenological Psychology dan prosedur analisis data. Prosedur tersebut diilustrasikan oleh Moustakas (1994) adalah sebagai berikut: mengidentifikasi fenomena yang hendak dipelajari, mengurung pengalaman sendiri, dan mengumpulkan beberapa data dari berbagai orang yang telah mengalami fenomena tersebut. Selanjutnya peneliti melakukan analisis data dengan mereduksi informasi menjadi pernyataan atau kutipan pentimg dan memadukan pernyataan tersebut menjadi tema. Kegiatan selanjutnya adalah peneliti mengembangkan deskripsi tekstural tenntang pengalaman dari orang (apa yang dialami oleh para partisipan) deskripsi struktural tengtang pengalaman mereka (bagaimana mereka mengalaminya dalam sudur pandang kondisinya, situasinya dan konteksnya) dan kombinasi dari tekstural dan struktural untuk menyampaikan esensi keseluruhan dari pengalaman tersebut.

Prosedur bagi Pelaksanaan Riset Fenomenologis

Ada beberapa langkah-langkah prosedural yang utama untuk melakukan penelitian fenomenologis adalah sebagai berikut:

·         Peneliti menentukan apakah proble risetnya oaling baik untuk dipelajari dengan menggunakan pendekatan fenomenologis. Beberapa tipe yang cocok menggunakan pendekatan fenomenologis adalah permasalahan untuk memahami pengalaman yang sama atau bersama dari berbagai individu.

·         Fenomena yang menarik untuk dipelajari misalnya kemarahan, profesionalisme, apa yang dimaksud dengan kurang berat badan (underwight) atau apa yang dimaksud dengan seorang pegulat.

·         Peneliti mengenai dan menentukan asumsi filosofis yang luas dari fenomenologi. Misalnya seseorang dapat menuliskan tentang kombinasi dari realitas objektif dan pengalaman individual. Pengalaman hidup ini lebih lanjut besifat “sadar” dan diarahkan pada objek. Untuk dapat mendeskripsikan secara penuh bagaimana para partisipan melihat fenomena tersebut, para peneliti harus menyingkirkan sejauh mungkin pengalaman mereka sendiri.

·         Data dikumpulkan dari individu yang telah mengalami fenomena tersebut. Pengumpulan data tersebut dilakukan dengan cara mewawancari partisipan secara mendalam. Polkinghorne (1989) menyarankan agar para peneliti mewawancarai 5 hingga 25 individu yang telah mengalami fenomena tersebut. Bentuk-bentuk data yang lain mungkin juga dikumpulkan misalnya pengamatan, jurnal, puisi, musik dan bentuk kesenian yang lain.

·         Moustakas mengatakan bahwa para partisispan diberikan dua pertanyaan umum yaitu Apakah yang telah anda alami terkait dengan fenomena tersebut? Konteks atau situasi apakah yang biasanya memengaruhi pengalaman anda dengan denomena tersebut? Kedua pertanyaan tersebut akan mengantar pada deskripsi tekstual dan struktural tentang pengalaman dan dapat memberikan yang lebih baik tentang pengalaman yang sama dari para partisipan.

·         Langkah analisis data fenomenologis secara umum sama untuk semua fenomenolog psikologis. Berdasarkan pada data dari pertanyaan riset yang pertam adan kedua, analisis data memeriksa data tersebut  (misalnya traskrip wawancara). Dan menyoroti berbagai “pernyataan penting”, kalimat atau kutipan yang menyediakan pemahaman tentang bagaimana para partisipan mengalami fenomena tersebut. Moustakas menyebutkan langkah tersebut menjadi horizonalisasi. Selanjutnya peneliti mengembangkan berbagai kelompok makna dari pernyataan penting ini menjadi berbagai makna.

·         Pernyataan penting dab tema ini kemudian digunakan untuk menilis deskripsi tantang apa yang dialami oleh para partisipan (deskripsi tekstural) yqng mempengaruhi bagaimana para partisipan mengalami fenomena tersbeut, disebut variasi imajinatif atau deskripsi struktural.

·         Dari deskripsi striktural dan tekstural tersbeut, peneliti kemudian menulis deskripsi gabingan yang mempresentasikan “esensi” dari fenomena disebut dengan struktur invarian esensial (esensi). Bagian ini terutama berfokus pada pengalaman yang dama dari para partisipan.

Fenomenologi menyediakan pemahaman yang mendalam tentang fenomena sebagaimana yang dialami oleh beberapa individu. Fenomenologi dapat melibatkan satu bentuk pengumpulan data yang efisien dengan hanya memasukkan satu atau lebih wawancara dengan para partisipan. Disamping itu, para partisipan yang digunakan untuk penelitian dipilih secara hati-hati, yaitu dimana mereka semua mengalami fenomena yang diteliti, sehingga peneliti pada akhirnya dapat membentuk pemahaman yang sama. Menemukan individu yang telah mengalami fenomena tersbeut mungkin sulit dan juga peneliti perlu untuk mengurung atau menutup pengalamannya sendiri, menahan pemahaman peneliti dalam gerakan reflektif yang menumbuhkan rasa ingin tahu merupakan kesulitan tersemdiri bagi peneliti untuk melakukan penelitian fenomenologi (LeVasseur,2003). Oleh karena itu, peneliti perlu untuk memutuskan bagaimana dan dengan cara apa pemahaman pribadinya akan dimasukkan kedalam sturi tersebut.



Sumber:

Penelitian Kualitatif & Desain Riset “Memilih Diantara Lima Pendekatan” oleh John W. Creswell