Aku rasa, jarak antara kamu
dan aku tidak jauh. Bagaimana aku bisa membuatmu tinggal di satu kota denganku,
sedangkan dikota yang berbeda kini kamu sibuk mengejar cita-citamu. Rasa
kesalku terobati, setelah kamu meyakinkanku bahwa kamu akan selalu
menghubungiku. Aku tidak merasa jauh denganmu, dengan semua rayuan yang selalu
kamu selipkan diantara pesan handphone atau lewat email. Tak jarang kamu
menelponku hanya dengan alasan ingin mendengar suaraku. Aku nyaman, aku merasa
tidak ada yang berbeda diantara kita. Diantara kesibukanmu, kamu selalu ada
waktu untuk menceritakan semua yang terjadi dikampusmu padaku. Walaupun larut
malam baru bisa kau menghubungiku, walaupun dengan kantuk yang sempat mendarat
dikelopak mataku. Aku tak pernah melewatkan untuk menunggu nada pesan masuk
dalam handphoneku. Mungkin tak ada satu atau dua jam yang aku lalui denganmu
setiap malam, tapi candaan dalam pesan ataupun telponmu itu selalu mengobati
rasa rindu yang menggebu.
Kamu tidak pernah lupa
memberitahuku pengalaman yang luarbiasa aku dengar dari yang kamu dapatkan
disana. Akupun begitu, kita sama-sama tau yang terjadi disekitar kita, tentunya
dengan lingkup dimensi yang berbeda. Suatu saat kamu pernah terlambat
menghubungiku, berkali-kali aku menghubungimu dan tidak ada jawaban. Aku benci
saat itu. Hubungan aku dengan kamu seakan berhenti begitu saja, berjuta pisau
tajam jatuh menusuk hatiku. Aku tak habis pikir kamu pergi begitu saja, setelah
kamu selesai merangkai kata, bahwa kamu juga menyimpan rasa yang sama denganku.
Aku begitu menyesal, semudah itukah aku terbuai manis ucapanmu itu. Aku begitu
kecewa, semudah itukan kamu pergi dengan sejuta pertanyaanku yang belum sempat
kamu jawab.
Hariku berbalik seratus
delapan puluh derajat setelah kau pergi. Aku berubah menjadi seorang yang
pendiam, atau bahkan bibir ini malas untuk sekedar bercerita dengan
sahabat-sahabatku tentangmu. Mungkin air mata ini mulai kering setelah habis tertumpah dan itu
karenamu. Aku benci pertemuan, jika akhirnya aku pula yang merasakan sakit
dengan perpisahan. Aku benci bermanja-manja denganmu, jika akhirnya aku yang
mersakan bagaimana perhatianmu hilang begitu saja. Sudahlah, aku tak mau
berlarut-larut dalam kesedihan hanya karena kehilangan perhatian darimu, orang
yang tak lebih dari sekedar teman.
Mungkin hampir satu bulan aku
tak pernah berkomunikasi lagi denganmu. Beberapa pesan yang kamu kirimkan
untukku, sangat enggan aku baca. Namun lagi-lagi aku terbuai oleh kata maafmu,
yang entah berapa kali kamu lemparkan padaku.
Sesekali kamu duduk diruang
tamu rumahku untuk sekedar minum kopi lalu sibuk menceritakan hal yang terjadi
selama kita tak bertukar cerita saat liburanmu kamu habiskan disini. Oke aku
coba memahami, dan sekarang aku mulai terbiasa dengan kesibukanmu. Aku mulai
terbiasa dengan jadwal kuliahmu yang membuat kamu lupa menelponku atau hanya
sekedar mengucapkan selamat tidur untukku. Aku mulai terbiasa tanpa pesanmu
yang tidak setiap kali setiap waktu kamu kirimkan padaku. Aku terbiasa tanpa
perhatianmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar